Masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi |
Dalam beberapa kesempatan, saya Alhamdulillah sudah pernah berkunjung ke beberapa masjid di Jepang, Di antaranya adalah masjid Sendai (tentunya karena saat ini saya tinggal di Sendai), masjid Sapporo, masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi dan Asakusa di Tokyo. Ada suatu rasa tersendiri masih bisa menjumpai masjid di negeri dimana Islam adalah agama minoritas yang rata-rata dianut oleh orang asing dari negeri beragama Islam seperti halnya saya. Beberapa waktu yang lalu ketika saya mampir di Tokyo dan beribadah di masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi, saya menemukan sebuah pengumuman menarik yang ditempel di pintu masuk ruangan laki-laki.
Pengumuman di Masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi |
Di pengumuman itu tertulis bahwa pihak masjid beberapa kali diprotes oleh para tetangga dan dipanggil kantor wilayah bahkan hingga kepolisian. Alasannya adalah suara gaduh dari para jamaah. Oleh karena itu, pihak masjid meminta para jamaah untuk tidak mengobrol di dalam masjid bahkan di daerah luar sekitar masjid karena khawatir akan mengganggu tetangga. Tidak hanya itu, dikatakan bahwa ada masjid di wilayah Tokyo yang terpaksa harus menghentikan aktivitas rutinnya karena kejadian serupa. Situasi ini sangat menarik bagi saya karena sesungguhnya merupakan cerminan realita minoritasnya Islam di negeri sakura.
Ada juga kejadian lainnya terkait masjid yang saya dengar kisahnya dari kawan saya dan terjadi pada masjid Sendai. Ketika itu bertepatan dengan adanya berita penyanderaan di Algeria dan memakan korban warga negara Jepang (berita tentang kejadian tersebut di BBC). Kawan saya itu bercerita bahwa pada suatu malam datang seorang Jepang ke masjid sambil marah-marah terkait hal tersebut dan mengaitkannya dengan Islam (dan isu terorisme seperti biasa). Alhamdulillah, ada Sato-san, warga Jepang yang merupakan pengurus masjid, menjelaskan kepada orang tersebut dan masalah dapat diatasi dengan baik.
Kasus lainnya terjadi ketika saya pergi ke Hokkaido dan berjalan di kota Sapporo. Ketika itu saya sedang bersama teman perempuan yang memakai kerudung (yang di sini sangat terlihat sebagai identitas seorang muslim bagi perempuan). Tiba-tiba di tengah jalan ada seorang laki-laki yang berteriak-teriak setelah melihat teman saya tersebut. Kami yang tidak begitu memperhatikan dan juga karena kemampuan bahasa Jepang yang terlalu baik hanya berjalan terus melewati laki-laki tersebut. Setelah berjalan beberapa jauh, kawan saya yang lain (dengan kemampuan bahasa Jepang yang lebih baik daripada saya) berkata bahwa orang itu berteriak mengejek-ejek Islam.
Ada juga kisah dari pengurus masjid Asakusa yang bercerita bahwa dia pernah diajak berbicara dengan intel kepolisian Jepang. Beliau yang cukup mahir dalam berdialog pun justru mengajak kepolisian bertemu dan ngobrol-ngobrol saja jika ingin tau mengenai Islam dan tidak perlu interview atau interogasi.
Mengalami dan mendengar kisah-kisah tersebut membuat saya merenung dan menyadari bahwa inilah realita Islam sebagai minoritas dan masih ada anggapan kurang baik maupun miring terhadap Islam. Memang, tidak semua pihak beranggapan seperti itu karena di Jepang sendiri pun ada juga orang-orang Jepang yang tertarik mempelajari hingga memeluk agama Islam. Bahkan di berbagai universitas pun pihak kampus bersedia untuk bersama-sama mahasiswa muslim merumuskan serta menyediakan makanan halal. Walaupun begitu, saya pikir persepsi yang salah terhadap Islam ini juga merupakan hasil dari perilaku kita sendiri selaku muslim yang mungkin masih banyak salah dalam upaya menjalankan ajaran agama Islam. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan introspeksi dari hal ini.
Nantikan juga tulisan saya berikutnya tentang pornografi di Jepang dalam seri Menjadi Muslim di Jepang.