Kamis, 21 Maret 2013

Menjadi Muslim di Jepang - Minoritas di tengah Sakura

Sebelum masuk ke hal utama yang ingin saya sampaikan, saya ingin berujar sedikit mengenai masjid. Sebagai seorang muslim, masjid tentunya menjadi tempat yang sangat bermakna. Hal ini bukan karena masjid sebagai tempat untuk beribadah, namun masjid juga merupakan tempat berkumpulnya umat Islam, menimba ilmu, dan sebagainya. Bagi saya pribadi, masjid terutama di Jepang yang mayoritasnya adalah non-muslim merupakan tempat dimana saya senantiasa memperkokoh identitas sebagai seorang muslim.

Masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi

Dalam beberapa kesempatan, saya Alhamdulillah sudah pernah berkunjung ke beberapa masjid di Jepang, Di antaranya adalah masjid Sendai (tentunya karena saat ini saya tinggal di Sendai), masjid Sapporo, masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi dan Asakusa di Tokyo. Ada suatu rasa tersendiri masih bisa menjumpai masjid di negeri dimana Islam adalah agama minoritas yang rata-rata dianut oleh orang asing dari negeri beragama Islam seperti halnya saya. Beberapa waktu yang lalu ketika saya mampir di Tokyo dan beribadah di masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi, saya menemukan sebuah pengumuman menarik yang ditempel di pintu masuk ruangan laki-laki.

Pengumuman di Masjid As-Salaam Ueno-Okachimachi

Di pengumuman itu tertulis bahwa pihak masjid beberapa kali diprotes oleh para tetangga dan dipanggil kantor wilayah bahkan hingga kepolisian. Alasannya adalah suara gaduh dari para jamaah. Oleh karena itu, pihak masjid meminta para jamaah untuk tidak mengobrol di dalam masjid bahkan di daerah luar sekitar masjid karena khawatir akan mengganggu tetangga. Tidak hanya itu, dikatakan bahwa ada masjid di wilayah Tokyo yang terpaksa harus menghentikan aktivitas rutinnya karena kejadian serupa. Situasi ini sangat menarik bagi saya karena sesungguhnya merupakan cerminan realita minoritasnya Islam di negeri sakura.

Ada juga kejadian lainnya terkait masjid yang saya dengar kisahnya dari kawan saya dan terjadi pada masjid Sendai. Ketika itu bertepatan dengan adanya berita penyanderaan di Algeria dan memakan korban warga negara Jepang (berita tentang kejadian tersebut di BBC). Kawan saya itu bercerita bahwa pada suatu malam datang seorang Jepang ke masjid sambil marah-marah terkait hal tersebut dan mengaitkannya dengan Islam (dan isu terorisme seperti biasa). Alhamdulillah, ada Sato-san, warga Jepang yang merupakan pengurus masjid, menjelaskan kepada orang tersebut dan masalah dapat diatasi dengan baik.

Kasus lainnya terjadi ketika saya pergi ke Hokkaido dan berjalan di kota Sapporo. Ketika itu saya sedang bersama teman perempuan yang memakai kerudung (yang di sini sangat terlihat sebagai identitas seorang muslim bagi perempuan). Tiba-tiba di tengah jalan ada seorang laki-laki yang berteriak-teriak setelah melihat teman saya tersebut. Kami yang tidak begitu memperhatikan dan juga karena kemampuan bahasa Jepang yang terlalu baik hanya berjalan terus melewati laki-laki tersebut. Setelah berjalan beberapa jauh, kawan saya yang lain (dengan kemampuan bahasa Jepang yang lebih baik daripada saya) berkata bahwa orang itu berteriak mengejek-ejek Islam.

Ada juga kisah dari pengurus masjid Asakusa yang bercerita bahwa dia pernah diajak berbicara dengan intel kepolisian Jepang. Beliau yang cukup mahir dalam berdialog pun justru mengajak kepolisian bertemu dan ngobrol-ngobrol saja jika ingin tau mengenai Islam dan tidak perlu interview atau interogasi.

Mengalami dan mendengar kisah-kisah tersebut membuat saya merenung dan menyadari bahwa inilah realita Islam sebagai minoritas dan masih ada anggapan kurang baik maupun miring terhadap Islam. Memang, tidak semua pihak beranggapan seperti itu karena di Jepang sendiri pun ada juga orang-orang Jepang yang tertarik mempelajari hingga memeluk agama Islam. Bahkan di berbagai universitas pun pihak kampus bersedia untuk bersama-sama mahasiswa muslim merumuskan serta menyediakan makanan halal. Walaupun begitu, saya pikir persepsi yang salah terhadap Islam ini juga merupakan hasil dari perilaku kita sendiri selaku muslim yang mungkin masih banyak salah dalam upaya menjalankan ajaran agama Islam. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan introspeksi dari hal ini.

Nantikan juga tulisan saya berikutnya tentang pornografi di Jepang dalam seri Menjadi Muslim di Jepang.

Jumat, 08 Maret 2013

Bermain Snowboard: Alat dan Teknik Dasar

                                             Halo semua!
Sudah lama saya tidak mengisi blog ini dengan tulisan. Memang saya bukan tipe orang yang rutin mengisi blognya, namun kali ini saya ingin menulis tentang "Snowboard" meskipun saya bukan seorang pro dan masih sangat awam dalam hal ini. Meskipun begitu, snowboard telah menjadi salah satu olahraga favorit saya selama melewati musim dingin di Jepang. Olahraga ini sangatlah asyik dan disenangi terutama oleh kaum muda. Saya sendiri sampai saat ini sudah bermain sekitar 5-6 kali dan harus diakui masih sangat sering jatuh.

Nah, dalam tulisan kali ini, saya ingin menjelaskan sedikit bagaimana sih caranya bermain snowboard. Sebelum itu, pertama-tama kita harus tahu dulu apa saja alat yang dibutuhkan untuk bermain. Alat-alat yang dibutuhkan adalah:

1. Papan snowboard
Tentunya kita harus punya papan (board) untuk bisa bermain. Papan snowboard sendiri terbagi dalam beberapa jenis seperti "freeride" atau "all-mountain" yang cocok untuk segala medan (ini jenis yang paling cocok untuk pemula), "freestyle" yang cocok untuk beraksi melakukan berbagai trik dengan bantuan pipa dan lainnya, "carving/alpine/race board" yang cocok untuk balapan dan juga bermain di medan dengan salju yang belum tersentuh (salju di alam liar, bukan salju yang sudah disiapkan untuk berseluncur seperti di tempat-tempat ski).
2. Binding
Binding adalah penahan yang berfungsi mengikat sepatu boots dengan papan snowboard.
3. Sepatu Boots Snowboard
Sepatu boots yang digunakan bukanlah sepatu biasa dan tidak bisa menggunakan sembarang boots. Sepatu boots untuk snowboard berukuran besar dan tebal.
Snowboard, Binding, dan Boots
4. Jaket dan Celana
Jaket dan celana haruslah tahan air karena ketika bermain akan sering bersentuhan dengan salju yang pada dasarnya adalah air sehingga jika tidak tahan air maka akan menyebabkan pakaian kita basah. Selain itu, sepatutnya memakai jaket dan celana yang hangat karena kita bermain di musim dingin (kecuali kalau percaya diri bisa tahan suhu dibawah 0 derajat tanpa pakaian yang tebal).
5. Google
Bukan Google mesin pencari di internet ya. Google yang berupa pelindung mata ini sangat berguna bila kita bermain ketika salju turun dengan deras. Walaupun begitu, terkadang google ini berembun sehingga malah tidak kelihatan apa-apa (seperti yang pernah saya alami)
6. Topi Kupluk
Sebenarnya ini tidak wajib, tapi direkomendasikan terutama bila bermain di waktu cuaca sangat dingin.
7. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat krusial bila tidak ingin tangan kita membeku. Sarung tangan juga harus tahan air karena kita akan sering bersentuhan dengan salju.
8. Perlengkapan Lainnya
Saran saya sebaiknya memakai neck warmer (penghangat leher) untuk menghangatkan bagian leher. Hal ini sangat berguna apabila anginnya kencang dan terasa menusuk di leher. Case kecil transparan yang diikat di lengan juga berguna untuk menaruh kartu lift (karena setiap naik lift petugas akan mengecek kartu lift kita).
Wujud Setelah memakai Perlengkapan

Baik, kurang lebih itulah alat-alat yang kita butuhkan agar kita bisa bermain snowboard dengan baik. Berikutnya kita akan membahas teknik-teknik dasar untuk dapat meluncur dengan benar. Pertama-tama, ada dua teknik dasar untuk berdiri yakni heel-side dan toe-side. Setelah keduanya atau salah satunya dapat dilakukan maka kita dapat meluncur dengan teknik falling leaf (daun yang jatuh). Setelah lancar maka kita dapat mencoba untuk meluncur dengan mengkombinasikan heel-side dan toe-side (teknik yang akhirnya berhasil saya lakukan).

Untuk teknik meluncur, pertama-tama yang dipelajari adalah heelside yaitu berdiri dan meluncur dengan menggunakan tumit (heel). Di sini kita memberikan tekanan pada snowboard dengan menggunakan tumit. Untuk lebih mudahnya, kita dapat melihat video berikut:

 
Sumber: SnowboardInstructor1, Youtube

Teknik berikutnya setelah heelside adalah toeside. Toeside merupakan kebalikan dari heelside. Dengan teknik ini kita menggunakan ujung jari kaki untuk memberikan tekanan pada snowboard. Teknik ini dilakukan dengan menghadap ke arah puncak gunung sehingga kita akan meluncur ke belakang. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat di video berikut: 

Sumber: SnowboardInstructor1, Youtube

Dalam dua video di atas, kedua teknik itu dilakukan dengan menggunakan satu teknik lagi yaitu falling leaf. Seperti namanya, falling leaf yang berarti daun yang jatuh, teknik menggunakan heelside atau toeside untuk meluncur zig-zag seolah-olah seperti daun yang jatuh perlahan. Nah, ini sangat berguna untuk melatih heelside dan toeside sebelum kita beralih menuju teknik berikutnya yaitu meluncur dengan mengganti dari heelside ke toeside dan sebaliknya sehingga terbentuk pahatan berbentuk elips di salju.

Nah, berikut ini video ketika saya bermain di Izumi Spring Valley, Miyagi-ken. Memang masih banyak salah-salahnya, tapi saya belajar mengaplikasikan teknik-teknik yang sudah saya tulis di atas.

 

Sayangnya karena sebentar lagi sudah musim semi, saya sudah tidak bisa bermain lagi. Oleh karena itu, besok saya akan menjajal gunung Zao di Yamagata sebagai kali terakhirnya saya bermain snowboard (semoga di masa depan dapat bermain lagi).
Nah, di sini saya juga mau berbagi sedikit gambar-gambar pemandangan yang terlihat di Ski Resort yang pernah saya datangi:
Izumi Spring Valley


Lift di Jangle Jungle Ski Resort

Jangle Jungle Ski Resort di Yamagata

Begitulah, semoga rekan-rekan yang tertarik pun suatu saat dapat mencoba olahraga yang satu ini.

 

Kamis, 31 Januari 2013

Menjadi Muslim di Jepang - Nomikai & Khamr

Assalammualaikum

Pertama-tama, mohon maaf karena sudah lama sekali blog ini tidak saya isi dengan tulisan. Kawan-kawan, kali ini saya ingin membahas mengenai satu hal yang lekat sekali dengan kehidupan di Jepang. Bahkan dahulu salah seorang dosen saya mengatakan kalau orang Jepang tidak dapat dipisahkan dengan hal ini. Bagi umat Islam, kita mengenalnya dengan sebutan khamr.

Menurut para ulama, khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak. Hal ini sesuai dengan hadits:

Dari Ibni Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabd, "Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua jenis khamar itu haram" (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).

Di dalam Al-Qur'an sendiri terdapat ayat-ayat yang mengharamkan khamr. Salah satunya:

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah,`Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." (QS. Al-Baqarah : 219)

Dalam sejarah awal penyebaran Islam, para sahabat banyak yang dulunya merupakan peminum khamr dan sering mabuk. Akan tetapi, ketika Islam mengharamkan khamr maka mereka pun serta merta menuruti perintah tersebut.


Gelas Bir Bintang yang entah bagaimana ada juga di Jepang

Di Jepang, khamr dapat ditemui dalam bentuk-bentuk seperti sake (ini khas Jepang), bir, whisky, wine, dan sebagainya. Bahkan untuk membuat makanan pun seringkali menggunakan sake atau mirin yang termasuk khamr yang menyebabkan makanan di Jepang banyak yang tidak halal. Khamr pun mudah sekali untuk dijumpai karena dijual di berbagai supermarket, convenience store, dan toko-toko lainnya. Memang, untuk dapat meminum minuman keras, harus sudah mencapai umur 20 tahun terlebih dahulu (usia yang bagi orang Jepang dianggap sudah dewasa) sehingga anak-anak dan pelajar tidak dibolehkan untuk membelinya.

Orang Jepang sangat menyukai khamr seperti sake dan seringkali mengadakan acara minum-minum yang disebut dengan nomikai (nomi dari kata nomu yang berarti minum dan kai yang berarti pertemuan sehingga bisa diartikan sebagai pertemuan untuk minum-minum). Nomikai sendiri memiliki fungsi yang salah satunya untuk menjalin kebersamaan dan juga menurut dosen dan pengakuan orang Jepang sendiri berguna sebagai ajang untuk mengemukakan pendapat (yang lebih mudah disampaikan dalam keadaan mabuk). Hal ini dapat dilihat dari para pegawai perusahaan yang dalam acara semacam itu dapat mengemukakan pendapatnya kepada rekan kerja atau atasannya.

Di kalangan akademisi sendiri acara semacam ini diadakan oleh suatu lab dan tim di dalam lab tersebut terutama di akhir tahun yang kemudian disebut sebagai Bounenkai (pesta akhir tahun). Anggota lab biasanya diharapkan sekali untuk hadir dalam pesta tersebut sehingga umumnya sulit untuk menolak. Bisa dibilang, teman-teman saya yang menempuh pendidikan di sini pernah mengikuti pesta akhir tahun semacam itu meski yang muslim tidak ikut minum khamr dan memilih minuman bersoda atau jus dan sebagainya.

Saya sendiri sejauh ini belum pernah ikut nomikai ataupun bounenkai (yang rasanya akan disayangkan beberapa pihak karena dianggap tidak merasakan budaya Jepang). Alasannya, karena saya tidak termasuk dalam lab apapun di kampus dan juga karena biaya untuk ikut nomikai (jika tidak ditraktir) termasuk mahal untuk ukuran saya (sekitar 1500 yen).

Sejatinya bolehkan seorang muslim menghadiri kegiatan semacam itu?

Pada awal bulan Januari kemarin, saya sempat menghadiri daurah di Tokyo dan ada salah seorang peserta yang menanyakan masalah tersebut. Ustadz yang hadir pun menjawab bahwa seyogyanya seorang muslim menjauhi perkara yang dekat dengan kemaksiatan. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa seorang muslim sebenarnya dilarang untuk mengikuti hal tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman saya (muslimah) sempat tertarik untuk berfoto bersama bir. Melihat hal tersebut, saya pun teringat bahwa ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kita seharusnya menjauhi khamr (bahkan seingat saya ada yang menganggap bahwa memegangnya pun tidak dibolehkan). Seketika saya merasa bersalah tidak menghentikannya meskipun setelah itu saya menyampaikan kekhawatiran saya.

Begitulah, satu lagi dinamika kehidupan di Jepang yang dapat saya ceritakan dalam kesempatan kali ini. Semoga dapat diambil hikmahnya.