Dapat kesempatan untuk exchange atau kuliah di luar negeri?
Rasanya itu adalah impian dari banyak orang di Indonesia bahkan seluruh dunia. Saya sendiri pun awalnya tidak percaya bisa mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di luar negeri selama 1 tahun ke depan. Sejujurnya, jika ada yang menanyakan kesuksesan terbesar sejauh ini apa, maka saya akan menjawab mendapatkan kesempatan exchange ke Jepang. Bukannya sombong, tapi bagi saya pribadi bisa exchange ke Jepang merupakan sebuah pembuktian melawan cibiran-cibiran yang pernah saya terima dan rasakan.
Untuk lebih jelasnya, saya akan berkisah mengenai perjuangan saya dalam mencoba mendaftarkan diri untuk kuliah di Jepang.
Kisahnya bermula dari sebelum saya kuliah S-1 di program studi Jepang Universitas Indonesia. Saat itu saya sedang menempuh akhir-akhir masa SMA dan disibukkan dengan persiapan ujian nasional serta beragam pilihan ujian masuk perguruan tinggi. Kemudian, guru BK saya mengabarkan bahwa ada kesempatan untuk kuliah di Jepang yaitu di Asia Pacific University (APU), Beppu. Syaratnya adalah memiliki skor academic IELTS (tes kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL) minimal 5,5 (kalau tidak salah sekitar itu). Saya pun dengan berbekal buku latihan IELTS (yang hanya ada 1 saja jenisnya karena seluruh toko buku umumnya hanya menjual buku-buku latihan TOEFL) mencoba belajar setiap hari dengan waktu yang cukup mepet sebelum tes, yakni hanya 1 bulan saja. Alhamdulillah, setelah hasilnya keluar saya berhasil mendapatkan skor 7 dan aplikasi saya di APU diterima dengan potongan biaya masuk sebesar 80%. Sayangnya, ternyata ibu tidak sanggup membiayai uang kuliah dan biaya hidup saya di Jepang (yang memang sangat mahal) sehingga saya pun mengundurkan diri.
Setelah lulus SMA, saya masuk ke Universitas Indonesia dengan program studi Jepang (banyak yang mengenalnya sebagai sastra Jepang meskipun kurang tepat disebut demikian karena belajarnya tidak hanya sastra). Kalau saya pikir kembali mungkin salah satu alasan saya masuk ke program studi Jepang di UI adalah karena keinginan saya untuk belajar di Jepang (padahal hanya karena saya suka
pop culture berupa
anime dan
manga-nya saja) yang gagal terlaksana sehingga seburuk-buruknya saya belajar tentang Jepangnya saja. Sejujurnya, menempuh studi di UI sangat menarik karena ada banyak sekali kegiatan baik yang akademik maupun non-akademik, namun terkadang saya berpikir bahwa saya salah masuk jurusan. Jurusan saya juga membuka kesempatan bagi mahasiswanya yang memiliki nilai bagus (atau secara spesifiknya memiliki nilai A untuk mata kuliah bahasa Jepang selama sekitar 4 semester) untuk exchange ke Jepang. Sayangnya saya bukan termasuk mahasiswa yang nilainya bagus. Bahasa Jepang saya nilainya tidak sampai A, bahkan saya tidak lulus di mata kuliah bahasa Jepang 6 (mata kuliah bahasa Jepang di semester 6).
Saya sendiri cukup tertatih-tatih belajar bahasa Jepang apalagi sindiran-sindiran yang muncul karena nilai bahasa Jepang yang buruk seringkali membuat saya merasa muak belajar bahasa Jepang (puncaknya di semester 6). Bahkan, saya pernah sengaja tidak masuk kuliah karena malas menerima cibiran terkait nilai. Meskipun begitu, di awal semester 5 saya mendapat info bahwa ada kesempatan belajar di Universitas Keio (salah satu univesitas swasta tertua di Jepang) bukan dengan JLPT (Japan Language Proficiency Test atau biasa disebut Nihongo Nouryoku Shiken), tapi dengan TOEFL-ITP. Pendaftaran yang memakai nilai TOEFL menjadi pertimbangan saya karena saya hanya memiliki JLPT level 4 (kemampuan bahasa Jepang dasar) sementara biasanya diminta JLPT level 2 (intermediate-advance). Melihat bahwa ini dapat menjadi kesempatan saya untuk belajar di Jepang meskipun nilai di jurusan pas-pasan saya pun mencoba mendaftar. Saya pun mengejar jadwal ujian TOEFL (yang ketika itu, jadwal ujian tercepat adalah di UI Salemba bukan yang di Depok tempat saya kuliah) karena berdekatan dengan deadline untuk aplikasi bahkan bolos kelas untuk mengikuti ujiannya. Setelah hasilnya keluar (2 hari setelah deadline), saya pun segera memberikannya ke International Office UI yang mengurus segala urusan terkait exchange.
Menunggu hasil dari seleksi sangatlah lama. Saya baru mengetahui hasilnya menjelang akhir semester 5 (sekitar 5 bulan dari waktu saya mengajukan aplikasi) dan ternyata saya tidak lolos (yang lolos temen sejurusan). Saya agak terpukul dan semangat untuk mau exchange pun memudar bahkan berpikir bahwa sepertinya exchange hanya angan-angan yang tidak akan bisa saya gapai. Akan tetapi, pada waktu ujian akhir semester 5, salah seorang dosen mengumumkan bahwa ada kesempatan kuliah di Universitas Tohoku, Jepang dengan memakai skor TOEFL. Karena sudah memiliki skor TOEFL, saya mencoba mendaftar meskipun sebenarnya tidak terlalu yakin akan diterima. Proses pendaftarannya sendiri lebih panjang dari sebelum-sebelumnya karena saya harus mengirimkan surat kesehatan dari dokter, menjalani tes esai di kantor International Office hingga ternyata saya masuk dalam
short-list aplikasi yang dikirim ke Tohoku University dari UI.
Masuk dalam
short-list belum berarti diterima dan kalaupun diterima belum ada jaminan saya mendapat beasiswa untuk hidup (aplikasi beasiswa JASSO dan universitas dilakukan bersamaan, tapi terpisah). Saya pun harus menunggu lagi dalam jangka waktu yang cukup lama (1 semester) sampai hasilnya diumumkan. Sementara menunggu saya pun mencoba mengikuti berbagai kegiatan di sela-sela kesibukan kuliah semester 6. Di antaranya saya mencoba mengikuti ajang Mahasiswa Berprestasi (Mapres) tingkat fakultas serta lomba debat bahasa Inggris di Olimpiade Ilmiah Mahasiswa tingkat fakultas. Sayang untuk keduanya saya kalah telak di ronde pertama dan hanya bisa iri (ya saya akui) melihat teman-teman saya berprestasi di berbagai hal.
Sementara menanti hasil, bagaimana dengan kuliah di semester 6? Bagi saya, semester 6 merupakan semester yang cukup menantang terutama di mata kuliah bahasa Jepang. Sejak awal saya sudah menyadari bahwa saya tertinggal jauh dibandingkan teman-teman dalam kemampuan berbahasa. Nilai saya pun selalu berada di posisi-posisi terendah dibandingkan yang lain. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, muncul sindiran maupun cibiran sehingga semangat saya untuk belajar bahasa Jepang surut bahkan sampai pada taraf muak. Melihat hal ini saya pun memperhitungkan bahwa kemungkinan saya lulus mata kuliah bahasa Jepang sangatlah kecil sehingga saya membuat satu pertaruhan terbesar dalam hidup saya.
"Kalau saya tidak lulus mata kuliah bahasa Jepang maka saya akan buktikan bahwa tanpa lulus mata kuliah itu pun saya bisa exchange!"
Ya, itu satu pertaruhan yang besar karena tidak ada jaminan bahwa saya akan dipilih untuk menjadi mahasiswa exchange meskipun sudah mengirimkan aplikasi. Saya sadar bahwa dengan demikian saya juga harus siap menghadapi skenario terburuk yaitu tidak lulus mata kuliah bahasa Jepang dan tidak diterima untuk exchange (kalau mau jujur lucunya saya sengaja tidak membeli furnitur untuk menghiasi kontrakan karena mengantisipasi kemungkinan kalau saya dapat exchange)
Alhamdulillah, Allah SWT memang menyiapkan skenario yang luar biasa untuk hidup manusia. Akhir semester 6 ketika nilai bahasa Jepang saya keluar, saya dinyatakan tidak lulus dengan nilai C-, namun datanglah e-mail dari universitas Tohoku yang menyatakan bahwa saya diterima sebagai mahasiswa exchange program IPLA (International Program for Liberal Arts).
Saya berhasil membuktiktikannya!
Sungguh sulit mempercayainya. Bahkan sampai saya sampai di Jepang saya masih tidak percaya bahwa saya berhasil diterima di program exchange. Allahuakbar!
Memang di satu sisi ada harga yang harus saya bayar yaitu masa studi saya menjadi lebih panjang karena saya harus mengulang mata kuliah bahasa Jepang ketika saya pulang nantinya. Menurut perhitungan pun, kemungkinan tercepat saya untuk lulus adalah 5,5 tahun. Tidak mengapa, saya harus memanfaatkan waktu kelulusan yang tertunda untuk berkontribusi lebih baik sebagai mahasiswa.
bersama para exchange students program IPLA & JYPE dari Indonesia
tahun ajaran 2012-2013
Untuk teman-teman yang sedang berjuang apapun impian kalian. Jangan menyerah. Saya menuturkan kisah ini untuk berbagi dengan teman-teman bahwa jalan untuk menggapai impian memang tidak mudah dan penuh hambatan, tapi selama kita tidak menyerah dalam menempuhnya maka Allah SWT akan menunjukkan jalan yang terbaik bagi kita semua. Semoga teman-teman pun bisa menggapai impiannya masing-masing.